Senin, 01 Desember 2008

MENJAUHI POPULARITAS


Dari Habib bin Abi Tsabit, katanya:
"Pada suatu hari Abdullah bin Mas'ud keluar dari rumahnya kemudian manusia membututinya. Ia bertanya:'Apakah kalian punya keperluan?`. 'Tidak, akan tetapi kami ingin berjalan bersamamu`, jawab mereka. 'Kembalilah, sesungguhnya hal itu sebuah kehinaan bagi yang mengikuti dan membahayakan (fitnah) hati bagi yang diikuti,` tukas Ibnu Mas'ud. (Shifatush Shafwah, 1/406)


Dari Al-Harits bin Suwaid, katanya:
"Abdullah bin Mas'ud berkata: 'seandainya mengetahui diriku (seperti) yang aku ketahui, pasti kalian akan menaburi tanah di atas kepalaku`."
(Shifatush Shafwah, 1/406, 497)


Dari Bistham bin Muslim, katanya:
"Adalah Muhammad bin Sirin jika berjalan bersama seseorang, ia berdiri dan berkata: 'Apakah kamu punya keperluan ?`. jika orang yang berjalan bersamanya mempunyai keperluan, maka ia tunaikan. Dan jika kembali berjalan bersamanya, ia bertanya lagi,'Apakah kamu mempunyai keperluan ?."
(Shifatush Shafwah 3/243)


Dari Al-Hasan, salah seorang murid Ibnul Mubarak, katanya:
"Pada suatu hari aku bepergian bersama Ibnul Mubarak. Lalu nkami mendatangi tempat air minum dimana manusia berkerumun untuk mengambil airnya. Ibnul Mubarak mendekat untuk minum. Tidak ada seorangpun yang mengenalnyasehingga mereka mendesak dan menyingkirkannya. Ketika telah keluar, berkatalah ia kepadaku: 'Inilah kehidupan, yaitu kita tidak kenal dan tidak dihormati.' Ketika di Kuffah, kitab manasik dibacakan kepadanya, hingga sampai pada hadits dan terdapat ucapan Abdullan bin Al-Mubarak (Ibnul Mubarak red) dan kami mengambilnya. Ia berkata, 'Siapa yang menulis ucapanku ini?' Aku katakana, 'penulis'. Makan ia mengerik tulisan itu dengan jari tangannya hingga terhapus kemudia berkata, 'siapakah aku hingga ditulis ucapannya?'."
(Shifatush Shafwa 4/135)


Dari seseorang,katanya:
"Aku melihat wajah Al-Imam Ahmad sangat muram setelah dipuji seseorang (dengan ucapan) 'jazakallahu khairan (semoga Allah membalas anda dengan kebaikan,red) atas perjuangan islam Anda. Al-Imam Ahmad berkata: 'Bahkan Allah telah memberi kebaikan Islam kepadaku. Siapakah dan apa aku ini?'."
(Siyar A'lamin Nubala 11/225)

Minggu, 30 November 2008

KEGAGALAN ADALAH AWAL KESUKSESAN

“Anda tidak akan pernah gagal selagi tidak pernah menyerah dan mengundurkan diri”
Itulah apa yang dikatakan Abraham Lincoln, yang banyak mengalami kegagalan dalam hidupnya, tapi tidak membuatnya berputus asa.

Berapa banyak kegagalan yang kita alami dalam hidup yang terus membekas dalam hati sanubari…..????

Kita sendiri sering membuat sekat-sekat yang memisahkan kita dengan sekelompok manusia, bidang, atau lahan pekerjaan yang bisa menimbulkan efek fatal. Justru sekat-sekat buatan kita sendiri itulah yang menghalangi kesuksesan kita.

Efek sekat-sekat tersebut tidak hanya menghalangi laju pekerjaan, tetepi juga membuat kita tertekan ketika sedang menjalankannya, sehingga bekerja dengan mental siap kalah dan menunggu kegagalan. Peluang kesuksesan bagi orang yang bekerja dengan psikologi seperti itu jauh lebih kecil disbanding mereka yang bekerja dengan menunggu keberhasilan. Sebab, orang yang bekerja dengan mental siap kalah dan menunggu kegagalan tidak bekerja dengan baik. Dia tidak menaruh kesuksesan yang ada dalam lingkup normalnya, lalu menyalahkan diri sendiri terhadap segala konsekuensi kegagalan yang seharusnya tidak dia tanggung, yang bahkan berasal dari sejumlah factor diluar kehendak.

Diantara sekat-sekat buatan tersebut adalah penilaian kita terhadap seseorang. Mungkin kita mengeluarkan berbagai vonis kejam kepada beberapa orang, atau menganggap mereka termasuk kedalam golongan sesat meski sebenarnya tidaklah begitu. Sebagian uamt islam terpengaruh, mengadopsi, dan membela pikiran nyeleneh, serta berbagai pendapat yang menyalahi aturan Syari’at meski tidak menyadari dimensi dan maksud-maksudnya. Oleh karena itu, kita mengelempokkan mereka kedalam golongan sekuler, lalu menolak dan memboikot setiap apa yang kita dengar dari mereka. Padahal, bisa jadi mereka punya sisi kebaikan, sehingga kita rugi dengan penilaian tersebut.

Diantara sekat-sekat itu juga adalah sekat yang kita buat antara diri kita sendiri dengan masyarakat. Banyak kelompok masyarakat yang memboikot dan tidak suka para da’i. mereka masih menganggap para da’i dan kaum intelektual sebagai representasi aliran kuno dan terbelakang.

Kita memiliki tanggung jawab besar untuk menghilangkan sekat-sekat tersebut duhadapan masyarakat. Kalau saja kita berysaha melakukan hal itu, tentu didepan kita akan terbuka lapangan kerja dan pengaruh yang sangat luas.

Ada beberapa sekat psikologis yang menghalangi kita untuk bekerja dan mencapai kesuksesan didalamnya. Diantara sekat-sekat itu adalah:

Takut Gagal

Kita sering dihantui perasaan takut gagal sebelum memulai bekerja. Kemungkinan-kemungkinan gagal yang muncul juga dapat menghalangi kesuksesan. Perasaan-perasaan seperti itulah yang dapat menghalangi aktivitas, karena ketika pelakunya menjalankan suatu pekerjaan, ia menjalankannya dengan frusrasi, jarang sekali menjadi orang yang sukses.

Takut dengan Pesaing

Hal itu terjadi karena kita terlalu membesar-besarkan kemampuan dan potensi si pesaing, atau dengan memandang pesaing sebagai sosok yang selalu menjerat dan berkonspirasi untuk menghancurkan kita. Padahal, pada kenyataannya kemampuan pesaing kita terbatas, bahkan sering kali tidak berhasil. Lalu, bagaimana dengan takdir Tuhan ? kalu takdir tuhan diatas segala-galanya, maka takada seorang pun yang mampu menghalang-halangi perintah atau menolak keputusan-Nya.

Meremehkan Diri Sendiri

Meremehkan diri sendiri dan tidak memberi penghargaan sesuai dengan kapasitasnya, baik dalam level individu dan pribadi maupun dalam kemampuan dan potensi untuk bangkit. Kita sering meremehkan dan potensi diri dan merendahkan jarak pengaruh yang bisa kita lakukan. Semua ini tentu saja mempengaruhi rencana dan aktivitas kita.

Berkahyal

Khayalan yang menguasai diri kita sering kali menghalangi atau menggagalkan segalanya.

Kita harus bijak dalam menghadapi masalah. Setiap masalah yang ada harus dipetakan sesuai dengan kapasitasnya. Kita jangan mencampur-aduka antara sikap rendah diri dengan sikap merendahkan diri sendiri. Jiwa optimis dan inisiatif harus tetap ditumbuhkembangkan. Selain itu, kita juga harus membedakan antara penilaian dari orang lain. Semua itulah yang membuat kita berhasil melewati segala rintangan yang ada.

“Ingatlah selalu bahwa orang yang pesimis tidak akan mampu bekerja. Kalaupun ia bekerja, kreativitasnya terbatas. Kita tidak akan mengalami kerugiaan apa pun dengan bersikap optimis.